TOPIK KHUSUS

Pasar Properti 2020

Berlayar Ditengah Ketidakpastian

Administrator | Kamis, 09 Juli 2020 - 15:28:11 WIB | dibaca: 503 pembaca

Foto: Istimewa

Prediksi pasar properti bakal bertumbuh di pertengahan 2019 ternyata tidak terjadi. Permintaan tetap lesu, sehingga penjualan mayoritas pengembang pun mengalami keterpurukan di tahun lalu. Meski pun di sisi lain tren harga properti mulai bergerak positif. Lalu, bagaimana kondisi pasar properti di tahun ini?

Hingar-bingar isu politik yang mulai senyap di kuartal akhir 2019 tidak banyak membantu mendongkrak permintaan properti seperti diprediksi banyak pihak. Target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,8 persen yang tidak berhasil dicapai pemerintah, juga turut memengaruhi pasar properti pada tahun lalu. Selain faktor eksternal akibat perang dagang Tiongkok-AS yang makin memanas.

Jeffrey Hong, Managing Director Savills Indonesia mengatakan meski masih berada di tengah situasi ekonomi yang tidak pasti, namun potensi pasar properti Indonesia secara umum masih sangat besar. Dia merujuk kepada bonus demografi Indonesia yang besar, serta angka kebutuhan rumah yang masih tinggi.

Namun diakui, kondisi perlambatan ekonomi yang mewarnai kegiatan bisnis belakangan ini sangat memengaruhi sentimen investor, pembeli (end user) dan juga pengembang.

“Akibatnya volume transaksi pasar properti dalam empat tahun terakhir ini menjadi sangat terbatas dibandingkan periode-periode sebelumnya,” ujar Jeffrey kepada wartawan, baru-baru ini.

Ke depan, Jeffrey memperkirakan sentimen pasar akan berangsurangsur membaik seiring perbaikan program ekonomi yang dijalankan pemerintah. Menurut dia, diperlukan konsensus dan keseriusan bersama seluruh stakeholder properti baik pihak swasta maupun pemerintah untuk meningkatkan kepercayaan investor dan minat pembeli untuk berinvestasi di sektor ini.

Anton Sitorus, Director and Head of Research and Consultancy Savills Indonesia menambahkan secara umum pasar properti nasional di 2020 akan positif. Optimisme tetap harus di kedepankan terlebih bagi pelaku bisnis. “Kalau melihat kondisi di dua tahun terakhir, seburuk-buruknya pasar properti tahun ini bakal sama dengan 2019,” jelas Anton.

Menurut dia, perubahan dapat terjadi dengan syarat pasar didukung kebijakan yang tepat dari pemerintah dan perbankan. Selain itu, pengembang juga harus legowo untuk melakukan koreksi harga sehingga lebih terjangkau bagi end user. Bila syarat itu terpenuhi, kemungkinan pasar tumbuh dapat terjadi.

Anton memproyeksi pertumbuhan pasar properti tahun ini tidak akan lebih dari 5 persen. Namun, kalau pun hanya tumbuh 2 persen, menurut dia, hal itu sudah cukup bagus di tengah situasi ekonomi global saat ini.

Persentase itu, kata Anton, sesuai dengan target pertumbuhan ekonomi yang dipasang pemerintah yakni sebesar 5 persen. Menurut dia, target pertumbuhan ekonomi itu kemungkinan tidak akan signifikan mendorong daya beli masyarakat.

Pembeli akan sangat selektif dalam membeli, sementara investor lebih memilih investasi yang memberikan yield lebih besar.

“Investasi di properti belum akan dilirik karena yieldnya tidak signifikan. Orang akan lebih memilih deposito yang mudah. Tapi kalau harga jual dikoreksi pengembang, saya yakin itu efektif untuk menarik minat pembeli,” kata Anton yang juga anggota Badan Riset DPP REI itu.

Selain masalah internal dalam negeri, perekonomian global yang sedang memanas dan tidak menentu turut membawa arus ketidakpastian bagi pemulihan pasar properti Indonesia. Di situasi tersebut, maka segmen upper dan high end akan tertekan. Sehingga segmen menengah diprediksi tetap akan mendominasi permintaan.

Anton menyarankan untuk pengembang melakukan peninjauan kembali rencana bisnisnya tahun ini antara lain dengan tidak menerapkan target marjin tinggi yang dapat membuat cashflow mandek. Sebaliknya, pengembang diharapkan memilih untuk mengejar profit tipis namun cashflow tetap lancar.

“Kemudian lakukan inovasi-inovasi produk dan jujur dalam memasarkan produknya. Strategi dan sarana pemasaran yang efektif juga sangat menentukan kondisi penjualan di tahun ini,” saran Anton.

Tommy Bastamy, Managing Partner of Strategic Advisory Coldwell Banker Commercial (CBC) Indonesia juga memprediksikan kondisi yang sama. Menurut dia, kalau pun tumbuh maka pasar properti di 2020 akan tumbuh moderat. Hal itu sebagai dampak pelemahan ekonomi dalam beberapa tahun terakhir.

Seperti diketahui, Dana Moneter Internasional (IMF) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global pada 2020 dari 3,5 persen menjadi 3,4 persen.

“Saya kira masih ada ketidakpastian ekonomi global antara lain akibat perang dagang antara Tiongkok dan AS. Itu akan berdampak terhadap kinerja pasar properti di berbagai kota di Indonesia,” kata Tommy.

Kendati begitu, lanjut dia, sentimen positif dari permintaan sudah terjadi meski dalam level kecil. Hal itu diharapkan menjadi sinyal bagi kinerja penyewaan atau pembelian properti di 2020.

Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda pun memprediksi ancaman resesi global pasti ada dan memengaruhi fundamental ekonomi Indonesia. Namun, dengan kondisi ekonomi Indonesia yang makin membaik, seharusnya bisa lebih tahan goncangan dibandingkan beberapa negara lain.

“Pengembang sebaiknya menyasar pada pasar end user saja, termasuk menarik minat kalangan muda milenial untuk membeli rumah,” kata Ali.

Dia juga memprediksi pertumbuhan properti di dalam negeri pada 2020 tidak akan lebih dari 5 persen akibat imbas kondisi perekonomian global. Langkah pemerintah dan perbankan yang menahan suku bunga kredit diharapkan cukup membantu pasar bertahan di tahun ini.

Peranan Pemerintah
Karena diprediksi pasar tidak akan membaik di 2020, Anton Sitorus menyarankan pemerintah mengambil peran besar untuk mendorong cepatnya pemulihan pasar properti. Tidak hanya sekadar mengeluarkan insentif-insentif tetapi memastikan kemudahan itu benar-benar dilakukan oleh perbankan, otoritas pajak maupun pemerintah daerah.

Anton juga mendorong pemerintah memanfaatkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di sektor properti aktif sehingga lebih jauh bisa menggairahkan pasar.

“BUMN properti itu jangan sekadar dituntut cari untung saja seperti swasta. Orientasinya harus diubah, sehingga keberadaan BUMN di bidang properti itu menjadi pionir kebangkitan sektor properti,” tegas Anton.

Ketua Umum DPP Realestat Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida berpendapat kondisi pasar properti komersial tahun ini sangat tergantung pada kondisi makro ekonomi nasional dan global. Sedangkan untuk segmen rumah rakyat bersubsidi kondisinya bergantung pada kebijakan pemerintah terutama komitmen pemerintah untuk menyiapkan kuota KPR FLPP yang memadai.

“Seharusnya (pasar) bertumbuh ya, karena slowing down sudah berlangsung lama sekali. Tetapi kami belum bisa prediksi lebih jauh, karena sangat bergantung kepada regulasi pemerintah. Rencana penerapan UU Omnibus Law juga kami harapkan berpengaruh terhadap pemulihan pasar properti,” papar Totok.

Dia menyebutkan relaksasi dari Bank Indonesia (BI) soal LTV sebenarnya sudah cukup baik, namun kebijakan itu baru satu faktor karena ada faktor lainnya seperti perizinan, tata ruang, pertanahan dan sebagainya.

Terkait harga properti di Indonesia yang dianggap sudah terlalu tinggi, Totok tidak sependapat. Disebutkan harga properti di Indonesia masih paling murah di Asia Tenggara, bahkan dengan Vietnam saja berbanding 1:0. Jadi harga properti di Indonesia masih cukup kompetitif.

Sekretaris Perusahaan PT Intiland Development Tbk (DILD) Theresia Rustandi sependapat bahwa kondisi bisnis properti pada 2020 tidak akan jauh berbeda dari 2019. Pengembang dituntut lebih berhatihati dengan kondisi global yang belum menentu.

“Boleh saja tetap optimis, namun sebaiknya lebih konservatif,” jelas Theresia.

Presiden Direktur Gapuraprima Group, Arvin F. Iskandar menyebutkan industri properti akan sedikit lebih baik di 2020. Beberapa sentimen positif yang dapat mendorong kenaikan sektor properti antara lain adalah kondisi politik dalam negeri yang mulai stabil seusai penyelenggaraan pemilu.

“Gapuraprima masih belum akan memasang target pertumbuhan yang terlalu tinggi di tahun ini. Mungkin bisa tumbuh 10 persen dari target marketing sales di 2019,” kata Arvin.

Ditambahkan, perseroan akan menggenjot penjualan properti yang menyasar segmen menengah karena ada kebutuhan tempat tinggal yang masih sangat besar di Jabodetabek. (Teti Purwanti)