INFO DPD REI

Aturan Kaku Perbankan Masih Hambat Bisnis Properti di Sulsel

Administrator | Selasa, 23 Mei 2023 - 10:45:10 WIB | dibaca: 16 pembaca

Ketua Dewan Pengurus Daerah Realestat Indonesia (DPD REI) Sulawesi Selatan, M. Sadiq. (Foto: Istimewa)

Sejak pandemi melanda, perbankan di Indonesia memang menerapkan aturan yang sangat prudent (berhati-hati) termasuk dalam memberikan kredit pemilikan rumah (KPR). Namun, di te-ngah kondisi semakin meredanya pandemi saat ini, perbankan di Sulawesi Selatan tetap memberlakukan aturan yang rigid (kaku). 

Ketua Dewan Pengurus Daerah Realestat Indonesia (DPD REI) Sulawesi Selatan, M. Sadiq mengatakan seharusnya di tengah kondisi yang semakin membaik perbankan bukan hanya melonggarkan aturan tetapi juga tidak menerapkan aturan yang bersifat menyeluruh di setiap daerah. 

“Di Sulawesi Selatan (Sulsel) terutama Makassar terjadi anomali karena penjualan properti di sini terus tumbuh sejak kuartal IV- 2020. Tetapi perbankan masih sangat ketat terutama dalam menyetujui KPR. Di daerah ini sebagian besar orang kan memang berdagang atau saudagar, seharusnya juga diakomodir,” kata Sadiq kepada Majalah RealEstat Indonesia, baru-baru ini. 

REI Sulsel berharap perbankan tidak lagi memberlakukan aturan secara terpusat, namun bijak melihat kondisi setiap daerah. Terutama di daerah-daerah yang terdapat banyak pengusaha yang termasuk kelompok informal seperti Sulsel. 

“Hal ini juga sudah dibahas dengan DPP REI dan perbankan di Sulsel. Sayangnya, perbankan di Sulsel tidak bisa mengambil keputusan,” ujar Sadiq. 

Dia berharap ke depan ada perubahan dalam pengambilan kebijakan di perbankan terutama dalam proses pengajuan KPR bagi sektor informal. Hal tersebut mengingat kebu-tuhan rumah di Sulsel sangat tinggi dan terus bertambah setiap tahun, seiring dengan per-tambahan penduduk. 

Sadiq mendorong pemerintah bisa mem-berikan kemudahan kepada masyarakat ber-penghasilan rendah (MBR) sektor informal da-lam mengakses BP2BT (Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan). 

Sadiq berharap pengajuannya bisa semu-dah FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) dan kuotanya selalu tersedia. Menurutnya, selama ini salah satu penyebab rendahnya realisasi rumah subsidi di Sulsel pada tahun ini adalah BP2BT karena proses pengajuannya lebih panjang dari FLPP. Padahal, di Sulsel lebih banyak masyarakat yang bekerja informal.
 
Realisasi Pembangunan 
Tahun ini, REI Sulsel menargetkan pem-bangunan 15.000 unit rumah subsidi. Namun, karena berbagai dinamika di 2022 terutama kendala perizinan, Sadiq memprediksi realisasi hingga akhir tahun kemungkinan hanya sekitar 80%. 

“Kami optimis, tapi perbankan takutnya sudah achieve target mereka, sehingga di triwu-lan terakhir tidak signifikan. Perbankan sejak pandemi juga menurunkan target sehingga kami tidak bisa berharap banyak untuk meng-ejar target pembangunan,” papar Sadiq.
 
Oleh karena itu, tahun depan dia optimistis sektor properti di Sulsel akan membaik, meski ada ancaman inflasi tinggi dan kenaikan suku bunga KPR. Menurut Sadiq, asal perbankan bisa lebih longgar dan terbuka kepada pekerja sektor informal baik untuk rumah subsidi maupun komersial. 

Dia menyebutkan jika di akhir tahun ini berbagai kendala dapat teratasi, REI Sulsel mengharapkan pada 2023 target pembangu-nan rumah bisa kembali ke masa sebelum pandemi di kisaran 20 ribu hingga 25 ribu unit rumah. 

“Terutama kalau harga rumah subsidi bisa naik, pasti pengembang akan semakin gencar membangun,” tegasnya. 

Kendala lain terkait dengan aturan Perse-tujuan Bangunan Gedung (PBG) sebagai peng-ganti Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Hingga saat ini PBG secara umum masih menjadi hambatan pembangunan rumah. Menurutnya, pemerintah daerah terlihat belum terbiasa de-ngan aturan tersebut. 

Adapun untuk kebijakan Lahan Sawah Dilindungi (LSD) yang akan berlaku pada tahun depan di Sulsel, REI Sulsel sudah melakukan diskusi dan mitigasi kepada pengembang ang-gota REI. (Teti Purwanti)
 
Sumber: