ASPIRASI DAERAH

Anjloknya Harga Komoditas Masih Pengaruhi Properti Kalbar

Administrator | Rabu, 08 Juli 2020 - 11:29:15 WIB | dibaca: 331 pembaca

Ketua DPD REI Kalbar, Muhammad Isnaini

Penjualan rumah komersial (non-subsidi) masih melambat di Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar). Kondisi tersebut tidak terlepas dari masih anjloknya harga komoditas terutama kelapa sawit. Di samping pengaruh ekonomi global dan nasional yang belum menggembirakan di 2019.

“Untuk pasar rumah komersial memang masih stagnan, berbeda dengan permintaan rumah subsidi yang sangat tinggi meski realisasinya terkendala berbagai persoalan seperti habisnya kuota FLPP,” kata Ketua DPD REI Kalbar, Muhammad Isnaini kepada Majalah RealEstat, baru-baru ini.

Dia menjelaskan, masih rendahnya transaksi jualbeli rumah memengah dan mewah di Kalbar karena faktor harga komoditas yang masih rendah seperti harga sawit. Menurut Isnaini, harga sawit rendah memengaruhi daya beli masyarakat. Seperti diketahui, Kalbar merupakan salah satu daerah yang masih mengandalkan ekonomi dari bidang pertanian dan perkebunan.

Di 2019, berdasarkan data REI Kalbar, diungkapkan bahwa realisasi pembangunan rumah komersial di daerah itu mencapai 500 unit. Adapun harga rumah yang paling diminati di bawah Rp 300 juta per unit dengan pembeli antara lain karyawan swasta, Aparatur Sipil Negara (ASN) dan TNI/Polri.

Masih Ketar-Ketir
Sementara untuk rumah subsidi, REI Kalbar menargetkan bisa membangun 4.000 unit rumah MBR pada 2020.

Menurut Isnaini, target tersebut realistis karena pemerintah memberikan jaminan untuk menyediakan kuota yang cukup pada tahun depan, serta berjanji untuk memangkas rantai birokrasi perizinan yang masih panjang di daerah. Begitu pun, dia mengakui ada saja regulasi yang kadang diterbitkan tiba-tiba dan membuat pengembang cukup ketar-ketir.

Sebagai antisipasi kuota yang sedikit, pengembang di Kalbar mulai gencar melakukan sosialisasi skim Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT). Meski diakui animo masyarakat dan juga pengembang masih sangat kecil.

Dari pihak pengembang misalnya, skema ini belum memiliki kejelasan, soal berapa lama masa cair penggantian, sehingga pengembang terutama pengembang kecil memiliki kekhawatiran mengalami gangguan cash flow.

Sementara dari sisi masyarakat, bunga yang fluktuatif tentu membuat ketidakpastian ke depan sehingga membuat calon pembeli ragu-ragu untuk menggunakan skema ini. Oleh karena itu, kata Isnaini, pihaknya tidak bisa menargetkan jumlah BP2BT yang dapat direalisasikan di Kalbar, dan kemungkinan baru akan menggunakannya jika kuota subsidi FLPP habis.

REI Kalbar juga terus melakukan koordinasi dengan perbankan, bukan hanya BTN, namun juga bank daerah untuk memaksimalkan kuota FLPP yang dapat diperoleh pengembang di daerah itu.

Menurut Isnanini, REI Kalbar juga berkoordinasi soal rumah komersial dengan perbankan, antara lain dengan mendorong perbankan di Kalbar untuk bisa memberikan gimmick-gimmick sehingga banyak konsumen tertarik untuk memberi rumah komersial.

“Misalnya untuk rumah komersial yang harganya berdekatan dengan rumah MBR, kami sarankan perbankan bisa memberikan bunga yang mendekati bunga subsidi meski hanya untuk beberapa tahun saja,” papar Isnaini.

Strategi tersebut sangat diperlukan mengingat perekonomian global masih buruk, sementara properti tetap dibutuhkan masyarakat.

Kendala lain yang masih dihadapi dalam pembangunan rumah MBR saat ini yakni terkait pelayanan sertifikat tanah, baik dalam pengurusan maupun pemecahan sertifikat tanah.

Meski begitu, diakui Isnaini bahwa REI Kalbar terus melakukan pendampingan kepada anggota-anggota yang mengalami kendala dalam pelayanan sertifikat tanah tersebut.

Hingga akhir tahun 2019 diperkirakan realisasi pembangunannya hanya mencapai 2.700 unit atau 50% dari capaian pada 2018 sebanyak 4.800 unit rumah.

“Kemarin ada tambahan kuota sebanyak 193 unit, sehingga realisasi tahun ini bisa sekitar 2.900 unit. Memang kuota tambahan sedikit, tetapi cukup untuk menyambung nafas kawan-kawan pengembang hingga awal tahun,” jelas Isnaini. (Teti Purwanti)