ASPIRASI DAERAH

Animo Masyarakat Beli Rumah di Kaltara Meningkat

Administrator | Senin, 23 Desember 2019 - 14:50:54 WIB | dibaca: 626 pembaca

Ketua DPD Realestat Indonesia (REI) Kaltara, Abdul Khair

Sebagai provinsi termuda, Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) memiliki banyak pekerjaan rumah termasuk di bidang perumahan. Tidak heran jika pada tahun lalu, capaian pembangunan rumah untuk Program Sejuta Rumah (PSR) di Kaltara hanya terealisasi sebanyak 200 unit rumah dari target 1.200 unit.

Ketua DPD Realestat Indonesia (REI) Kaltara, Abdul Khair, mengatakan pada tahun ini target pembangunan rumah subsidi di daerah itu diturunkan menjadi 800 unit saja. Untungnya, sejak awal tahun,animo masyarakat mulai bertumbuh. Disebutkan, hingga saat ini realisasi pembangunan di Kaltara sudah mencapai 50 persen dari target.

“Penggeraknya adalah masyarakat sudah mulai sadar kalau rumah sudah sangat penting, terutama kelas menengah ke bawah,” jelas Khair yang dihubungi Majalah RealEstat, baru-baru ini.

Ditambah lagi, di Kaltara beberapa walikota dan bupati sudah memiliki program khusus di bidang perumahan, sehingga pengembang mendapat dukungan untuk menggenjot pembangunan rumah untuk MBR.

Menurut Khair, sebagian besar konsumen yang membeli adalah tenaga kerja non-informal, sementara itu Aparatur Sipil Negara (ASN) yang kerap mendominasi sebagai konsumen di beberapa daerah justru kurang mendominasi di Kaltara.

Namun sayangnya, diakui pertumbuhan penjualan properti hanya berlaku untuk kelas masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) saja. Sedangkan komersial di Kaltara masih stagnan pada posisi yang sulit.

Misalnya untuk unit rumah dengan luas lahan 45/70 yang biasa dibanderol dengan harga dari Rp400 juta hingga RP700 juta sangatlah susah. Padahal, pengembang telah memberikan lahan yang cukup luas. “Di sini isu perpajakan sangat berpengaruh, sehingga pembeli sangat selektif karena pajaknya lumayan menguras kantong. Pemda sangat sulit diajak kerja sama soal ini, karena pajak menjadi sumber utama pemasukan daerah,” jelas Khair.

Oleh karena itu, tahun depan pengembang di Kaltara juga masih akan mengandalkan proyek untuk MBR dibandingkan komersial. Bahkan Khair optimis tahun depan bisa lebih baik, jika PSR memang dilanjutkan.

Sedangkan untuk komersial, menurut Khair relatif masih sulit. Dirinya memprediksi dalam lima tahun ke depan baru bisa terjadi pertumbuhan untuk properti komersial di Kaltara.

Tumpang Tindih Aturan
Meski Kalimantan tengah hangat jadi perbincangan, terutama Kalimantan Timur yang bertetangga langsung dengan Kaltara dipastikan akan menjadi ibukota negara baru Indonesia, diperkirakan tidak akan mengalami banyak dampak dari pemindahan ibukota tersebut.

Khair menjelaskan, beberapa kebijakan sektor properti seperti OSS sudah mulai berjalan meski belum sempurna. Pemerintah daerah, ujar dia, sudah berusaha melakukan seperti yang diminta oleh pemerintah pusat. Meski beberapa kebijakan tidak semudah itu dapat dijalankan sehingga beberapa aturan justru saling tumpah tindih.

“Beberapa peraturan (tumpang tindih), entah Pemda memang tidak tahu, atau memang tidak ingin menerapkan. Kami sudah mencoba berkoordinasi, namun belum ada titik terang,” ungkap Khair.

Beberapa hal yang kerap kali masih rancu seperti soal perizinan dan pecah sertifikat di BPN di daerah. Padahal, misalnya dari pusat seharusnya hal itu sudah tidak menjadi masalah.

Selain perizinan yang tumpang tindih, kendala lain yang dihadapi untuk membangun rumah rakyat di daerah tersebut adalah mengenai koordinasi. Misalnya saat ini di Provinsi Kaltara belum ada Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (Kanwil BPN) sehingga segala urusan pertanahan terpaksa harus ke Samarinda di Kalimantan Timur (Kaltim).

Menurut Khair, ketiadaan kantor BPN menyebabkan pengurusan izin-izin memakan waktu dan biaya yang lebih lama dan mahal.

Di daerah itu juga tidak ada Kantor Cabang Bank Tabungan Negara (BTN) yang notabene merupakan bank yang paling banyak menyalurkan kredit pemilikan rumah (KPR) rumah bersubsidi. Yang ada hanya kantor cabang pembantu, sehingga pelayanan menjadi kurang maksimal. (Teti Purwanti)